Berita Terbaru

Si Bledug Penyelemat Hutan

CERPEN KITA (14/11/2015) - Pagi yang cerah, penghuni hutan Asri bergembira. Mereka mulai mencari makan. Hanya Bledug, si anak gajah yang masih bermalasan.
"Hei, nak!" sapa Pipit. "Cepatlah mandi, biar badanmu segar. Lihatlah, hari mulai siang!"
Tanpa menjawab, si Bledug segera beranjak pergi. Namun ia merasakan ada yang aneh pada belalainya.
Si Bledug segera ke sungai Tirtonadi bersama Kura-kura. Di tengah jalanan si Bledug berhenti. "Ada apa, Bledug?" tanya Kura-kura.
"Entahlah! Sejak bagun tidur tadi dalam belalaiku gatal terus. Rasanya selalu ingin bersin." jawabnya. Kura-kura tahu. Jika si Bledug bersin, pasti mengeluarkan suara dan angin yang kencang.
Si Bledug keburu bersin. "Wahing . . !" Kura-kura terlambat menghidar.
"Hei Bledug! Tolong bantu aku berdiri!" kata kura-kura dengan wajah memerah.
"Maafkan aku kawan . . ." jawab si Bledug.
"Mulai sekarang, aku tidak mau bermain bersamamu lagi!" kata kura-kura sambil meninggalkan si Bledug.

Di sungai, si Bledug bertemu Bebek. Ia menceritakan masalahnya dengan kura-kura, lalu . . .
"Sudahlah, lupakan itu. Sekarang mandi saja dulu, agar badan dan pikiranmu segar" jawab Bebek menghibur.

Tiba-tiba si Bledug merasakan dalam belalainya gatal-gatal dan . . . wahing! . . . Bulu-bulu bebek rontok, semua berterbangan. Bebek marah besar.
"Hei Bledug, sana pergi! Jangan mandi di sini! Aku juga tidak akan memaafkanmu! . . . "

Dengan sedih si Bledug meninggalkan Bebek. Di jalan ia bertemu dengan dua ekor kera, si Bedot dan Bedut.
"Ayo, Bledug. Kita main petak umpet." ajak keduanya. Mereka bermain bersama. Sesekali si Bledug dapat giliran jaga. Hatinya mulai gembira, setelah dapat marah dari kura-kura dan bebek.
Sedang asyik mereka bermain, tiba-tiba dalam belalai si Bledug merasa gatal lagi. Dan . . . wahing! . . Si Bledug bersin keras sekali, sehingga Bedot dan Bedut terpental.
Untuk ketiga kalinya si Bledug diusir teman-temannya.

Hati si Bledug terasa sedih. Kura-kura, Bebek, Bedot, Bedut, dan yang lainnya tidak  mau bermain dengannya lagi. "Semuanya gara-gara belalai sialan ini . . .!" kata Bledug dalam hati.
Kini si Bledug hanya memandangi keceriaan teman-temannya. Sambil sekali-kali bersin.

Kini si Bledug sendirian. Teman-temannya membenci dirinya. Semua ini gara-gara ia sering bersin. Si Bledug tidak menyalahkan mereka.
Tiba-tiba si tikus lewat terburu-buru.
"Hei, Tikus! Kenapa teman-teman kita pada berlarian. . . ?" tanya si Bledug.
"Hutan kita terbakar! Ayo lari! Selamatkan dirimu!" ajak si Tikus. Si Bledug terdiam sejenak, dan . . .
"Tidak! . . . aku akan selamatkan hutan kita, meskipun harus mati!" jawabnya.

Si Bledug menuju hutan yang terbakar. Ia memanfaatkan kebiasaan bersinnya untuk menyemprotkan air ke api yang berkobar. Si Bledug melakukannya berulang-ulang, sehingga api mulai padam. Melihat keberanian si Bledug, akhirnya penghuni hutan yang lain berdatangan ikut membantu. Tak lama kemudian api sudah dapat diatasi.

"Hidup, Bledug!" Hidup, Bledug!" teriak semua penghuni hutan, mengelu-elukan si Bledug. Sementara si Bledug kelelahan. Sekali-kali ia bersin. Sisa-sisa air menetes dari lubang belalainya. Bersamaan dengan itu, keluarlah sehelai bulu ayam.
"Aha . . .! Inilah yang menyebabkan aku selalu bersin!" teriak si Bledug. Teman-temannya tertawa. " Ha . . . ha. . .  ha . . . !

SEKIAN, TAMAT

Post a Comment

Previous Post Next Post