
CERPEN KITA (16/11/2015) - Di kampung seberang sungai, hiduplah sekelompok binatang dengan damai. Mereka bekerja di ladang. Menanam umbi dan buah. Anak-anak membantu ibu mereka di rumah. Setalah itu, mereka asyik bermain.
Setiap malam, tiba-tiba angin mengamuk. Hujan lebat sekali. Sebatang pohon di hutan tumbang. Ujungnya menghempas ke kampung seberang sungai. Paginya pohon itu dijadikan tempat bermain.
"Ayo kita main titi-titian di pohon itu!"
"Hore . . .! Sekarang kita bisa menyeberang sungai dengan mudah . . ! teriak anak-anak.
Sejak itu, kampung mereka jadi gempar, Setiap pagi seorang anak hilang. Selalu ada tetes darah di tempat tidurnya.
"Ini pasti pembunuhan!" geram Pak Sapi.
"Ini tidak boleh dibiarkan!" sambung Pak Kera
Akhirnya mereka mendatangi rumah Pak Buaya. Pak Buaya terkejut. "Ada apa, saudaraku?".
"Beberapa anak kami hilang," jelas Pak Kera
"Begini saudaraku. Dulu, anak kami pernah kalian tolong dari timbunan kayu. Sejak itu kami berjanji tidak akan mengganggu kalain lagi. Jadi, jangan menuduh saya seperti itu!" tutur Pak Buaya sedih.
Semua terdiam.
"Kalau begitu, benar apa yang kulihat!" sela katak.
"Semalam, si Tutul di pohon tumbang itu."
"Kalau betul, nanti malam kita tangkap dia!" usul Pak Kera.
"Benar! Kami siap membantu!" janji pak Buaya.
Mereka mengatur siasat dan membagi tugas. Ada petugas pengintai dan pemberi aba-aba. Ada petugas pembuat jebakan. Anak-anak tugasnya menyanyi, untuk memancing perhatian si Macan Tutul.
"Saat pengacau itu menyeberang . . .," kata Pak Kera.
". . . kita tarik pohon itu beramai-ramai," sambut mereka.
Siang itu, kelinci bertugas membuat jebakan. Dengan peralatan seadanya, ia melobangi pohon. Pak Buara dengan sukarela membantu. Sedang yang lain bekerja seperti biasanya. Anak-anak tidak boleh mendekati pohon lagi.
Kelinci membuat jebakan pada pohon. Tali itu, satu-satu diikatkan kuat-kuat. Ujung tali disembunyikan di semak-semak. Malam itu, semua bersiap di tempat masing-masing. Anak-anak bernyanyi dengan hati was-was. Dari seberang si Macan Tutul mengintai mereka. Kemudian ia mengendap-endap di pohon. Makin lama makin ke tengah, dan . . .
"Tariiiikk . . .!!" teriak regu pemberi aba-aba.
"Aaaaaaa . . . !!" teriak si Macan Tutul.
Sejak saat itu si Macan Tutul ditawan Pak Buaya. Kampung seberang sungai menjadi aman kembali. Setelah itu mereka berkumpul, bersyukur kepada Tuhan.
"Semoga tak ada lagi pengacau di kampung kita. Amin!" Pak Kera menutup do'a mereka. Setelah itu acara dilanjutkan sampai pagi.
SELESAI, TAMAT.
Post a Comment